source : google.com |
Penulis :Elizabeth
Gilbert
Penerbit :Abdi
Tandur
Ini adalah cerita harian perjalanan seorang wanita yang memasuki
usia tiga puluh tahun, Elizabeth Gilberth. Sepanjang cerita, Eliz selalu
memaparkan sejarah, budaya, lengkap dengan filosofi dari semua tempat yang
dikunjunginya. Karakter-karakter unik dari orang-orang yang ditemuinya di
setiap negara melengkapi nikmatnya perjalanan bersama si pengarang. Eliz, seorang
wanita Amerika modern saat itu yang telah berhasil memiliki semua yang
dicita-citakan wanita Amerika lainnya, intelektual, kemewahan, suami, dan karir yang cemerlang. Tetapi ia bukannya
merasa gembira dan puas, tetapi malah menjadi panik, sedih dan bimbang.
Beberapa hambatan dalam hidup Ia hadapi, masalah pekerjaan, kehidupan rumah
tangga, pertemanan, semuanya. Hidupnya terasa complicated. Ia merasakan perceraian, depresi, kegagalan
cinta dan kehilangan pegangan akan arah hidupnya.
Untuk memulihkan ini semua, Elizabeth Gilbert mengambil langkah yang radikal dan sulit dimengerti. Dalam pencarian akan jati dirinya, ia menjual semua miliknya, meninggalkan pekerjaannya, meninggalkan orang-orang yang dikasihinya dan memulai satu tahun perjalanan keliling dunia seorang diri. MAKAN, DOA, CINTA merupakan catatan kejadian di tahun pencarian tersebut. Keinginan Elizabeth Gilbert mengunjungi tiga tempat di mana dia dapat meneliti satu aspek kehidupannya, dengan latar belakang budaya yang secara tradisional telah mewujudkan aspek kehidupan tersebut dengan sangat baik.
Italia adalah Negara pertama yang akan segera Eliz
tuju. Di Italia, ia belajar seni menikmati hidup, belajar bahasa Italia dan
merajut kebahagiaan dengan menambah berat badannya sebanyak dua puluh tiga
pound. Di Italia pulalah, Eliz bertemu dengan beberapa pria yang sempat mencuri
hatinya, dengan pertemuan yang singkat dan bermula dari minum kopi bareng di
sebuah café yang tenang dan romantic.
Spaghetti, lasagna, dll dan segala kuliner yang lezat telah Ia jelajahi
di setiap sudut Italia. Tidak lupa belajar bahasa Itali juga nonton bola di
stadion kebanggaan Roma: Olympico, derby Roma vs Lazio. Di situ dia belajar
kalimat makian dari tifosi kesebelasan Roma.
Dari Italia, Gilbert bertolak
menuju India. Di negeri ini dia mempelajari seni devosi atau penyerahan diri di
sebuah Ashram atau padepokan Hindu. India merupakan negara untuk belajar seni
berdevosi, dengan bantuan seorang guru setempat dan seorang Texas yang
bijaksana, ia memulai empat bulan penuh disiplin dalam eksplorasi spirituil.
Kehidupan yang sangat berbeda jika dibandingkan ketika Elizabeth tengah berada
di Italia yang hanya berkutat dengan makan dan jalan-jalan menjelajah setiap
sudut Negara tersebut. Di India, Eliz benar-benar mencoba memusatkan pikirannya
dan bermeditasi di alam, mencoba hidup seperti rakyat India pada umumnya yang
sangat tradisionil, bersih-bersih kuil, memakai Saree, dll.
Pengalaman-pengalaman spiritual banyak diceritakan di sini. Sharing dengan sang
Guru dan bertemu dengan sesama peziarah dari Amerika, Irlandia, dan belajar
budaya dengan orang lokal, menjadikan perjalanannya ke India semakin berwarna.
Anehnya, persahabatannya dengan orang Texas yang sering mencelanya, menjadi
suatu motivasi tersendiri. Pengalaman spritualnya banyak diceritakan tentang
inner self healing. Bagaimana dia berkelut dengan ketakutan, kuatir, &
amarahnya, hasil dari pengamalaman cintanya yang menyakitkan.
Akhirnya, Bali menjadi tujuan terakhirnya. Di Pulau Dewata inilah wanita matang ini menemukan tujuan hidupnya, yakni kehidupan yang seimbang antara kegembiraan duniawi dan ketenangan batin. Ia menjadi murid seorang dukun tua bernama Ketut Liyer yang juga seorang pelukis dan peramal lewat bacaan garis tangan. Liz uga bersahabat dengan Nyoman, penjual jamu tradisional Bali. Di akhir cerita, Liz bertemu dan memadu kasih dengan seorang lelaki paruh baya berketurunan Brazil yang cukup dewasa dalam memandang arti cinta, antara keduanya, Felipe.
Untuk memulihkan ini semua, Elizabeth Gilbert mengambil langkah yang radikal dan sulit dimengerti. Dalam pencarian akan jati dirinya, ia menjual semua miliknya, meninggalkan pekerjaannya, meninggalkan orang-orang yang dikasihinya dan memulai satu tahun perjalanan keliling dunia seorang diri. MAKAN, DOA, CINTA merupakan catatan kejadian di tahun pencarian tersebut. Keinginan Elizabeth Gilbert mengunjungi tiga tempat di mana dia dapat meneliti satu aspek kehidupannya, dengan latar belakang budaya yang secara tradisional telah mewujudkan aspek kehidupan tersebut dengan sangat baik.
The author -source: google.com |
Taj Mahal - India | source: google.com |
Akhirnya, Bali menjadi tujuan terakhirnya. Di Pulau Dewata inilah wanita matang ini menemukan tujuan hidupnya, yakni kehidupan yang seimbang antara kegembiraan duniawi dan ketenangan batin. Ia menjadi murid seorang dukun tua bernama Ketut Liyer yang juga seorang pelukis dan peramal lewat bacaan garis tangan. Liz uga bersahabat dengan Nyoman, penjual jamu tradisional Bali. Di akhir cerita, Liz bertemu dan memadu kasih dengan seorang lelaki paruh baya berketurunan Brazil yang cukup dewasa dalam memandang arti cinta, antara keduanya, Felipe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar